This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Sunday, September 30, 2012

hujan kenangan pahit


    Dulu, aku benci hujan. Sebelum aku membencinya, aku sempat mencintainya. Aku sering tertawa bermandikan rintik hujan yang membasahi sekujur tubuh. Tertawa riang bersama teman dan sahabat. Walau nantinya akan sakit,aku tidak peduli. Hangatnya tawaan kala itu lebih berharga daripada sakit yang akan diterima. Lalu, semakin lama, semakin memudar. Aku benci hujan. Hujan itu membuat aktivitasku terganggu. Jalanan berair. Sepatu maupun sandalku selalu kotor
karenanya. Lantai di beranda rumah menjadi licin. Tumbuhan hias mengeluarkan bau tanah yang menyengat. Semuanya serba lembab. Aku benci itu. Air seketika menjadi dingin. Membuat kulitku enggan menyentuhnya. Bulu kudukku menggigil. Terkadang, aku benci dingin, juga benci panas. Hanya saja, aku benci hujan kini. Itu pasti. Aku kurang tahu mengapa dan kapan aku membenci hujan secara khusus. Hanya saja, aku ingat aku membcinya ketika aku tidak lagi mendapatkan suara tawa itu. Itu karena mereka, teman sepermainanku hilang satu persatu. Meninggalkanku. Sibuk. Saat itu, aku mengakrabkan diri seperti mereka, yaitu dengan matahari. Matahari yang mereka harapkan. Agar cuaca cerah dan aktivitas lancer. Hanya saja, mereka tak tahu, matahari memanggang hatiku hingga kering dan tidak lagi mampu berasa…akhirnya, minggu kemarin, di saat detik-detik perpisahan sekolah, aku berlari dengan seseorang teman dekat, dibawah hujan…kami tertawa-tawa saking dinginnya angin menerpa…kami tidak naik becak, kami lebih memilih membiarkan rintik hujan itu jatuh mengenai tubuh kami. Rasanya aku kembali terlempar pada kenangan sepuluh tahun lalu. Ketika aku merasakan bulir-bulir air hujan mengenai permukaan kulitku. Dingin, namun menyegarkan. Setiap tetes air seperti cermin akan setiap tawa dan candaan. Seperti menjadi saksi akan kebersmaan yang singkat dan tak kutahu saat itu…sebenarnya akan lenyap di masa depan…meninggalkanku dengan merindu dalam sepi di pojokan…mungkin aku akan mencintai hujan lagi ketika aku tahu, orang lain tidak akan melihatku menangis ketika aku berjalan dibawah rinai hujan…